Blog Archive

Lokasi

Air terjun (1) argopuro (1) Bangunan (1) Bata Merah (1) Cerobong (1) Curug (1) Garam (1) Gedung (1) Gunem (1) gunung (2) Heritage (1) hutan (1) Jawa tengah (7) Kaliori (2) lasem (3) Pabrik (1) pancur (1) Pantai (2) Pasucen (1) pegunungan (2) Produksi (1) Pulau (2) pulau gede (2) puncak (1) Punjulharjo (3) Rembang (7) rimba (1) Sekarsari (1) Sumber (1) Tambak (1) Tradisional (1) Wates (2) watu congol (1) Wisata (3)

Wednesday, 8 October 2014

TRADISIONAL BATA MERAH






“Jangan ngejunk di trit kalo gak pengen ditimpuk bata merah”

Itu mah bahasa kaskuser, kalau yang ini tradisional produksi bata beneran gan. Letaknya di Desa Sekarsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia, Asia Tenggara, Bumi, Galaksi Bima Sakti (halah lebayy)..

Lokasi yang kami kunjungi baru berdiri sekitar tiga tahunan gaes, itu karena para pembuat batu bata bisa berpindah-pindah lokasi seiring ketersediaan bahan baku yaitu : lemah lempungg alias tanah liat..dari narasumber menjelaskan sebelum ke tempat ini beliuanya sudah lima belas tahunan memproduksi batu bata di lokasi lain, sebelum akhirnya bahan baku habis lalu berpindah tempat yang sekarang ini. Lokasi yang kini ditempati narasumber diperoleh dengan cara menyewa tanah garapan milik desa sebesar 1juta pertahun.



Sudah sedikit disinggung sebelumnya bahwa bahan baku utama dari produksi bata merah ini adalah tanah liat yang memang banyak terdapat di sini. Ya, tanah kawasan sini memang didominasi tanah liat yang warnanya agak kemerah-merahan. Langkah awal produksi diawali dengan pengolahan tanah, dengan cara menggali tanah sedalam 2-5meter untuk mendapatkan lapisan tanah yang diinginkan. Setelah itu bongkahan-bongkahan tanah dipindah ke lokasi lain, dimasukkan lubang selebar 2x3meter dengan kedalaman 1-1,5 meter kemudian dicampur dengan air dan sekam padi untuk dijadikan adonan, teruuss tinggal cetak dehh. Cetakan batu bata tradisional terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa mengikuti pola batu bata (persegi panjang).




Pencetakan dilakukan di bidang tanah yang sangat datar di luar ruangan, fungsinya biar setelah cetak langsung dilakukan proses penjemuran untuk menghasilkan batu bata mentah. Lama penjemuran bisa memakan waktu 2-4hari dalam kondisi panas terik, namun bisa sampai 10-15hari jika musim penghujan mengingat proses penjemuran ini hanya mengandalkan terik matahari. Dalam sehari cetak, rata-rata bisa diproduksi 800-1500 batu bata mentah. Setelah batu bata mengering, lalu dimasukkan ke dalam ruangan-ruangan pembakaran berupa bilik-bilik bambu seluas 4x6meter dengan tinggi sekitar 3-5meter yang disebut “jobong” atau rumah pembakaran. “jobong” ini mampu menampung sampai 25.000biji batu bata yang disusun sedemikian rupa supaya mudah di ‘oven’ atau dibakar. Bayangin coy,..du puluh lima ribuu batu, kalo buat nimpukin orang gimana rasanya yak ??




Proses peng-oven-an batu bata memakan waktu satu minggu sampai batu bata benar-benar mateng dan siap di distribusikan kepada konsumen. Bahan baku pembakaran adalah sekam padi yang perhitungannya 2rit (satu truk) untuk meng-oven 10.000 batu bata. Rata-rata peng-oven-an dilakukan sekali dalam satu bulan dengan kapasitas 10.000 batu bata, sisanya ditimbun sambil menunggu pesanan datang dari konsumen.




Nah, ini sedikit cerita tentang pembuatan batu bata merah. Silahkan berkunjung untuk melihat langsung proses produksi atau sekedar mencicipi batu bata hehehe timpuuuk :D
salam..

@ahdiatgalih on twitter

Friday, 3 October 2014

PULAU GEDE




Kami berangkat tanggal 27 september 2014 bersama rombongan enam orang tapi hanya tiga orang dari rombongan yang akan melakukan petualangan ke pulau gede. Berangkat pukul 18.30, sampai di pulau sekitar pukul 18.00wib 

Pulau gede adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara desa wates kecamtan kaliori kabubaten rembang, jawa tengah dengan luas pulau sekitar 1km persegi saja. Jarak pulau dari garis pantai desa wates kurang lebih 4-5km dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30-40menit perjalanan menggunakan kapal nelayan.


Kami lahir di kabupaten Rembang namun ini kali pertama kami mengunjungi pulau gede, hehehe. Adanya isu abrasi dan hilangnya pulau marongan (saat ini pulau marongan sudah hilang/tenggelam) yang berdekatan dengan pulau gede ini menggugah kami untuk mengunjungi pulau gede.

Adzan magrib sayup-sayup terdengar dari sebrang pulau bersamaan dengan bersandarnya kapal yang mengantarkan kami. 
 
Kesan pertama menginjakkan kaki di pulau..?? jawabannya adalah : cool 
Hamparan pasir putih dan air laut yang jernih membuat semangat kami kembali bergairah untuk menginap di pulau ini disamping bumbu-bumbu cerita masyarakat tentang mitos-mitos pulau..Whatever lah :D


Yang bermalam di sini berjumlah tiga orang, itu artinya tiga orang lagi kembali ke pulau jawa, ciee jawa haha. Perlahan kami turun satu persatu dari kapal, sesudah itu kapal meninggalkan kami “terdampar” di sini.

Satu hal lagi, di pulau ini sinyal hape full coy..jadi kita bisa ganti-ganti PM bb layaknya reporter yg selalu mengabarkan tiap menit situasi pulau. Ya, karena jarak pulau yang tidak terlalu jauh memungkinkan sinyal telepon seluler bisa masuk dengan lantjarr di sini.

Setelah kapal pergi tinggalah kami bertiga menyiapkan beberapa kebutuhan bermalam. Yang pertama dan paling utama adalah membuat perapian sebagai sarana memasak dan penghangat suasana mengingat angin pulau lumayan kencang.


Sekitar dua jam (sekitar pukul 20.00) kami baru bisa mendirikan api unggun, yah maklum baru pertama ke tempat ini jadi tidak gampang juga mencari kayu bakar dan benda-benda lain pemicu api. Setelah api unggun menyala, kami lanjut menyiapkan peralatan untuk istirahat nanti malam. Agak nekat memang, kami berangkat tidak membawa tenda dan hanya berbekal tikar dan sarung.

Untuk konsumsi kami hanya membawa 9 bungkus makanan andalan (baca: mie instan), 5botol air minum dan beberapa makanan kecil dan kopi sachet. Panci kami siapkan, masak air, rebus air, bikin mie dan kopi lalu siaplah kami menghabiskan malam disini menunggu pagi datang.


Situasi malam di sini tidak berbeda jauh dengan lokasi-lokasi outdoor lain, hanya saja anginnya agak lebih kencang. Suhu udara tidak terlalu dingin karena adanya angin dari darat cukup hangat, tetapi setelah pukul 02.00wib ke atas situasi berbalik menjadi sangat dingin karena angin laut mulai datang (ingat pelajaran IPA sekolah dasar tentang angin darat/laut? hehe).

Ada yang agak aneh di lokasi ini walaupun jauh dari daratan, pulau ini banyak dihuni oleh segerombolan tikus “Aneh ya? Mereka ke sini naik apa?” Pikir kami. Beberapa kali kami harus bangun dan mengusir tikus-tikus yang setiap datang berjumlah sekitar 2-5 ekor untuk curi-curi kesempatan menggerogoti perbekalan. Beberapa saat kemudian akhirnya kami berhasil memejamkan mata untuk beristirahat ditengah gangguan tikus-tikus tak berperasaan :D


Pukul 04.00wib satu persatu kami terbangun karena dinginnya udara ditambah lagi padamnya api unggun yang sebelumnya kami buat semalam. Ingat ya, api unggun adalah hal urgen dan utama ketika kita memutuskan untuk bermalam di suatu lokasi outdoor. Tanpa api unggun maka blunder lah kita..
Singkat kata kami mulai lagi mecari kayu bakar dan kembali menyalakan api unggun untuk mengusir dingin dan memasak air sebagai persiapan jam sarapan kami. Setengah jam kemudian siaplah perapian dan mulailah acara masak memasak sambil menunggu matahari terbit sebentar lagi.

Sekitar pukul 04.45wib langit timur sudah nampak jingga pertanda pagi akan segera tiba. Kami mulai berjalan melihat-lihat situasi di sekitar sambil berkeliling pulau menunggu matahari terbit. Saya sendiri menyiapkan kamera saku yang sengaja saya bawa dari rumah. Walaupun matahari belum nampak, di sekitar pulau sudah banyak aktivitas-aktivitas dari kapal-kapal nelayan mencari ikan. Sebagian nelayan menatap heran ke arah pulau karena keberadaan kami, hahaha.


Pukul 05.15wib matahari mulai tampak, perlahan sudut-sudut pulau mulai terlihat. Mengejutkan, ternyata di sekeliling pulau dipenuhi batuan-batuan sisa terumbu karang yang sudah rusak. sayang sekali. Ya, kabarnya memang gugusan terumbu karang di sini sudah banyak yang hancur. Konon penyebab utamanya adalah penggunaan jaring pukat harimau yang sebenarnya sudah di larang penggunaannya. Sepenglihatan saya memang beberapa kapal nelayan yang melintas terlihat menggunakan peralatan-peralatan terlarang itu. Lagi-lagi sayang ndess..


Ada beberapa jenis vegetasi di sini, di dominasi pepohonan dengan ketinggian antara 4-7meter. Ada juga beberapa pohon yang menjulang tinggi sampai ukuran puluhan meter namun jumlhnya tidak banyak.
Dari sisi lain pulau terlihat pengikisan-pengikisan tanah daratan akibat abrasi, disamping itu pula banyak terlihat sampah di mana-mana yang terbawa dari daratan seberang. Duhhh...


Setelah beberapa saat berkeliling pulau dan mengambil beberapa gambar, kami putuskan untuk merasakan dingin dan jernihnya air di sekitar pulau dengan ber-snorkeling ria. Keadaan bawah air yang berjarak sekitar 5meter dari air terlihat mengenaskan..nmpak batuan karang yang sudah rusak dan mati. Baru sekitar 6meter dari bibir pantai dengan kedalaman sekitar 1meter terlihat beberapa gugusan terumbu karang yang juga dihuni oleh beberapa spesies ikan.

Kondisi air menurut saya cukup jernih bahkan sangat jernih sehingga kami masih bisa menikmati sedikit keindahan yang tersisa di bawah air. Yah, paling tidak masih ada sedikit harapan tentang kelestarian pulau beserta keindahan terumbu karangnya. Tinggal bagaimana kitanyahhh...

Pukul 09.00wib kapal jemputan kami datang, kamipun berkemas bersiap meninggalkan pulau. Satu catatan penting yang juga merupakan kesan dan pesan dari kami untuk kita :

“kunjungilah, rawatlah, pedulilah”
 
Kami rekomendasikan untuk anda sekalian mngunjungi pulau ini, lokasinya asik untuk berlibur..Pasir putih, ombak kecil, beberapa lokasi terumbu karang dan ikan-ikan dengan air yang jernih..

Sekian cerita kami hari ini seiring kembalinya kapal pengantar kami menuju pulau jawa..

@ahdiatgalih on twitter